“seorang ibu yang bekerja sekaligus seorang aktifis serikat pekerja”

Sebenarnya catatan ini mengambarkan seorang kawan saya seorang perempuan yang selama ini begitu aktif di serikat pekerja, tidak begitu menonjol memang diantara kawan kawan saya yang lain akan tetapi setelah sekian lama dia ‘mendampingiku’ sebagai bendahara organisasi yang paling menonjol adalah dia seorang perempuan. Ada dua orang perempuan yang aktif bersama saya diorganisasi akan tetapi melihat dari keterwakilan mereka di serikat pekerja sangat tidak sepadan. Dia selama ini ia bekerja di perusahaan sekaligus menjadi ibu rumah tangga, isteri dan sekaligus pengurus serikat pekerja. Dalam perpektif kesamaan gender sebenarnya kemiripan antara laki-laki dan perempuan cenderung lebih besar daripada perbedaannya, perbedaan yang ada tampaknya adalah bahwa perempuan mengandalkan gaya kepemimpinan yang lebih demokratis sedangkan laki-laki merasa lebih nyaman dengan gaya direktif sebenarnya kalau dilihat dari persepsi kepemimpinan menurut karakter yang harus dimiliki : kecerdasan, keyakinan, kemampuan bergaul, pengetahuan, mampu menjadi panutan dan sebagainya,tidaklah ada pembedaan jenis kelamin untuk mencapai posisi kepemimpinan bilamana orang tersebut menonjol/memiliki karakter.
Lalu yang menjadi pertanyaan berapa prosentasi perempuan dalam tingkat pengambilan keputusan di serikat pekerja, menjawab pertanyaan ini tampaknya kecil sekali kalau tidak dikatakan sebagai pelengkap keterwakilan saja. Menjadi pemimpin serikat pekerja sering menjadi pilihan yang tidak menarik, bekerja penuh waktu dan sering melebihi waktu jam kerja serta tidak bergaji karena hanya solidaritas saja kalaupun mendapatkan uang itupun bukan gaji cuma sekedar uang transport penganti bensin saja karena diorganisasi saya semua bekerja diperusahaan dan kemudian ikut serikat pekerja serta menjadi pengurusnya. dominasi laki-laki dalam kepemimpinan serikat pekerja menjadikan organisasi ini sebagai “BOYS CLUB” sehingga menjadi halangan bagi perempuan untuk terlibat secara aktif. Peran ganda perempuan sebagai pekerja, ibu, isteri dan aktifis menjadi alasannnya.
Langkah-langkah untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi kepemimpinan dalam serikat pekerja :
Reformasi peraturan:
• Konstitusi serikat pekerja diamandemen untuk memberikan tempat untuk keterwakilan perempuan (kursi-kursi khusus, kuota, target, proporsionalitas).
• Ketua perempuan secara otomatis menjadi anggota Presidium di tingkat nasional dan secara otomatis menjadi wakil dibeberapa propinsi, sehingga memastikan bahwa perempuan turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat tertinggi.
• Komite perempuan memiliki kursi-kursi khusus di dalam komite eksekutif.
• Ketua komite perempuan berpartisipasi dalam penawaran bersama dan hal ini telah membantu meningkatkan jumlah perempuan di dalam tim-tim negosiasi.
Sasaran-sasaran dan rencana-rencana khusus:
• Serikat mengadopsi dan mengimplementasi rencana kesetaraan.
• Dewan umum menetapkan suatu tujuan keterwakilan yang proporsional dikomite-komite dan memonitor kemajuan secara konsisten.
Peningkatan kepedulian dan publikasi:
• Menargetkan serikat pekerja yang didominasi oleh laki-laki melalui kampanye peningkatan kepedulian mengenai bagaimana keterwakilan perempuan yang proporsional di semua tingkatan akan menguntungkan mereka dan memperbaiki citra serikat.
• Memberikan kesempatan untuk tampil yang lebih besar kepada pemimpin perempuan.
• Menggunakan bahasa yang tidak membedakan jenis kelamin di semua dokumen serikat.
• Kepemimpinan berdasarkan contoh, “seorang ibu yang bekerja sekaligus seorang pemimpin di serikat pekerja”.
• Serikat pekerja mempublikasikan angka-angka tahunan mengenai partisipasi perempuan dalam keanggotaan dan kepemimpinan.
Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan:
• Mendorong dan menyediakan dana bagi komite perempuan untuk mempromosikan partisipasi perempuan yang lebih aktif melalui program-program pendidikan dan pelatihan.
• Program pengembangan kepemimpinan enam bulan untuk perempuan agar mendorong peran kepemimpinan mereka dalam serikat dan dalam masyarakat.
• Pusat nasional memiliki pelatihan khusus bagi pemimpin-pemimpin perempuan dalam program pendidikan tahunannya.
• Kuota perempuan 30 persen untuk program-program pendidikan.
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan:
• Mengadakan pertemuan-pertemuan serikat pekerja dengan cara yang lebih informal untuk mendorong partisipasi yang lebih luas dan mengambil langkah lain untuk menanggulangi keterbatasan-keterbatasan dalam partisipasi perempuan (seperti mengadakan pertemuan selama jam kerja, menyediakan tempat penitipan anak, memperoleh waktu libur yang dibayar untuk mengadakankegiatan-kegiatan serikat.
• Menggabungkan proses pemilihan (yang didasarkan pada kebijakan proporsionalitas dengan langkah-langkah informal (seperti pelatihan khusus perempuan) sehingga dapat mencapai cukup banyak perempuan dalam posisi posisi kepemimpinan dan untuk “memfeminimkan” wajah serikat pekerja.
Perempuan perlu menguatkan diri mereka sendiri untuk menjawab tantangan dominasi laki-laki dalam kepemimpinan serikat pekerja. Hal yang paling mendesak yang harus dilakukan adalah bagaimana membangun keterlibatan perempuan secara aktif dan demokratik didalam setiap kegiatan serikat pekerja. Tidak ada peran wakil yang signifikan perempuan dalam struktur serikat pekerja yang mengakibatkan tidak terwakilinya kepentingan mereka. Kurangnya pengalaman dan kesempatan, menjadi alasan utama ketidak-keterwakili mereka dalam proses pengambilan keputusan. Merupakan sebuah keniscayaan bahwa perempuan perempuan akan menjadi pemimpin serikat pekerja. Setidaknya mereka akan secara langsung menyuarakan apa yang menjadi kepentingannya supaya terdengar. Potensi diri pekerja perempuan tidak kalah dasyatnya dengan laki-laki ketika memimpin serikat pekerja.
Bagaimana menurut anda?

Oleh : Eko Supriyanto
Ketua DPC FSP KEP kabupaten Karanganyar
Phone :0271-7569416
dari berbagai sumber dedicated “Hari Perempuan 8 Maret”

Tinggalkan komentar